Andreas Christanto

Screenshot_587

Screenshot_588

Metode adalah cara agar tujuan tercapai. Guru atau Dosen hendaknya profesional dalam hal mencari kesesuaian antara metode mengajar dengan materi yang diajarkan.1 Menurut Tokan, ada 25 jenis metode mengajar yang dapat digunakan2 Di bawah ini adalah 25 macam metode mengajar menurut Tokan, dengan beberapa catatan perluasan dari Andreas Christanto dan beberapa literatur lain:

[1] METODE CERAMAH

Metode ceramah merupakan metode tradisional dalam mengajar, -paling sering digunakan dan sebagai metode pertama yang digunakan dalam mengajar. Pada metode ini, pengajar (guru atau dosen) menyampaikan dan menjelaskan materi di hadapan peserta didik. Metode ini masih dianggap sebagai metode yang paling praktis dan ekonomis karena beberapa hal: [1] pengajar dapat menjelaskan materi dalam jumlah yang banyak; [2] cocok untuk mengajar kelas dengan jumlah peserta kelas yang banyak; [3] dapat mengatasi masalah kelangkaan literatur.

Pengajar yang menggunakan metode ceramah haruslah seorang pembicara yang baik, berwibawa dan yang dapat mempengaruhi peserta didik dalam melakukan perintah. Jika tidak, maka suasana kelas akan menjadi sangat membosankan. Tujuan penggunaan metode ceramah adalah materi tersampaikan dan diterima.

Namun perlu diketahui bahwa walaupun materi telah tersampaikan dan diterima oleh peserta didik, bukan berarti peserta didik telah mamahaminya. Oleh sebab itu juga harus digunakan metode-metode mengajar yang lain. (nomor 2 sampai 25)

[2] METODE DISKUSI

Pada metode diskusi, pengajar memberi satu topik untuk didiskusikan. Metode diskusi pada dasarnya adalah bertukar informasi, bertukar pendapat, bertukar pengalaman secara teratur dalam ruang lingkup topik tertentu dengan maksud mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih tepat. Metode ini dapat dilaksanakan dengan dua cara: [1] Diskusi Kelas (Whole Discussion), diskusi dilakukan oleh seluruh peserta didik tanpa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil; [2] Diskusi Kelompok (Group Discussion), peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dengan mempertimbangkan kekuatan kelompok yang merata.

Metode diskusi dapat mendorong peserta didik untuk: [1] berfikir secara kritis dan mengekspresikan pendapatnya; [2] melatih mereka untuk selalu menyumbangkan pemikirannya atas suatu masalah; [3] membiasakan mereka dalam merumuskan pemikirannya secara teratur dan yang dapat diterima dan dipahami oleh orang lain; [4] membiasakan mereka untuk selalu mendengar pendapat orang lain. Tujuan penggunaan metode diskusi adalah terjadinya pemerataan informasi suatu topik pada peserta didik.

[3] METODE EKSPOSITORY

Pada metode ekspositori (disebut juga ekspository-discovery), pengajar mengarahkan peserta didik untuk menemukan fakta lain atau bukti lain dari sebuah teori, dalil atau generalisasi. Metode ekpository-discovery dikerjakan dengan 3 (tiga) tahap: [1] ekspository; [2] direct discussion; dan [3] discovery.

Tahap pertama, ekspository, pengajar memberi informasi kepada peserta didik tentang teori, konsep, generalisasi, hukum atau dalil, beserta dengan bukti-bukti yang mendukung. Pada tahap kedua, direct discussion, pengajar mengajak peserta didik untuk mediskusikan teori dan bukti pada tahap pertama. Pada langkah ketiga, discovery, pengajar mengajak peserta didik untuk menemukan bukti atau fakta lain dari teori atau generalisasi yang telah disampaikan. Tujuan penggunaan metode ekspository adalah menciptakan keterampilan menemukan fakta-fakta atau bukti-bukti dari sebuah teori atau generalisasi.

[4] METODE DISCOVERY

Pada metode discovery, pengajar menyebut satu topik atau konsep tanpa penjelasan awal. Peserta didik diberi tugas untuk melakukan eksplorasi secara mendalam atasnya, hingga mereka sendiri menemukan hakikat dari topik atau konsep itu. Tujuan penggunaan metode discovery adalah membentuk keterampilan peserta didik dalam pendalaman dan penemuan hakikat atas sebuah topik, konsep atau masalah.

[5] METODE RESITASI

Pada metode resitasi (biasa disebut juga dengan metode tugas belajar dan resitasi), pengajar memberi tugas kepada peserta didik untuk dikerjakan. Ada tiga unsur pada metode ini: [1] penugasan, yaitu bahwa harus dikerjakan; [2] belajar, yaitu bahwa tugas yang dimaksud adalah tugas untuk mempelajari atau meneliti kembali materi atau konsep yang telah disampaikan oleh pengajar; [3] resitasi, yaitu laporan. Sebagai bentuk akhir dari penugasan belajar, peserta didik harus membuat laporan dari apa yang telah dipelajarinya dalam penugasan itu, inilah yang disebut resitasi.

Metode resitasi bukan dan tidak sama dengan memberi PR (homework), melainkan lebih dari itu yaitu menginstruksikan kepada siswa/ mahasiswa untuk melakukan pembelajaran secara mandiri. Tujuan penggunaan metode resitasi adalah membentuk peserta didik dalam hal pembelajaran mandiri.

[6] METODE INQUIRY

Pada metode inquiry, pengajar mengajak peserta didiknya merespon satu topik permasalahan dari berbagai macam perpektif. Metode ini berfokus pada pemecahan masalah, sehingga wujud pendekatan dalam proses pembelajaran dimulai dari identifikasi masalah, merumuskan hipotesa, mengumpulkan data/ informasi, mengolah data/ informasi dan membuat kesimpulan. Peserta didik diberi kebebasan penuh dalam pemilihan teori, teknik mengumpulkan data informasi hingga usulan pemecahan masalah.3 Metode ini bersifat open-ended, jawaban, respon atau kesimpulan akhir bervariasi bahkan bisa jadi saling bertolak-belakang atau berlawanan, tergantug dari pendekatan yag digunakan.  Tujuan penggunaan metode inquiry adalah membentuk keterampilan dalam penggunaan berbagai macam pendekatan atau satu masalah.

[7] METODE PROBLEM SOLVING

Metode problem solving, hampir sama dengan metode inquiry. Perbedaannya terletak pada kedalamannya. Jika pada metode inquiry menekankan pada analisis data dan berbagai macam alternatif pendekatan, maka pada metode problem solving yang menjadi penekanan adalah bagaimana cara pemecahan masalahnya. Pada metode inquiry sebuah masalah dianalisis dengan dukungan data-data dan juga dilakukan interpretasi dan pembuktian sampai pada tingkat pemecahan alternatif, sedangkan pada metode problem solving dicukupkan pada rasionalitas, logis dan akurat.

Dilihat dari kedalamannya tentu metode problem solving lebih cocok untuk pembelajaran setingkat SMA, sedangkan inquiry cocok untuk studi yang lebih mendalam, atau tingkat perguruan tinggi. Tujuan penggunaan metode problem solving adalah membentuk perilaku peserta didik agar selalu memecahkan masalah secara ilmiah.

[8] METODE DRILL

Pada metode drill, pengajar memberi latihan-latihan yang telah disusun secara terukur dan terstruktur. Ketika pengajar menerapkan metode ini, maka pengajar disebut sebagai drillmaster. Metode ini diterapkan untuk topik atau matakuliah yang bersifat memerlukan keterampilan dari peserta didiknya. Sebagai contoh: keterampilan memainkan alat-alat musik, mengoperasikan komputer, menggunakan peralatan laboratorium, menggunakan rumus, mempelajari aksara dan bahasa asing, latihan membaca huruf/ aksara, dan yang lain yang sejenis. Tujuan penggunaan metode drill adalah membentuk keterampilan peserta didik.

[9] METODE DEMONSTRASI

Pada metode demonstrasi, pengajar menggunakan bantuan yang bisa berupa alat peraga (tool language) atau bahasa tubuh (body language) untuk memvisualisasikan materi yang sedang diajarkannya. Sebagai contoh, pengajar Fisika menggunakan sebuah apel yang sengaja dijatuhkan dari tangannya untuk memvisualisasi adanya hukum gravitasi;

Footnotes

  1. Ratu Ile Tokan, Manajemen Penelitian Guru untuk Pendidikan Bermutu: Panduan Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi, Karya Ilmiah Guru-Dosen dan Kebijakan Penelitian (Jakarta: Grasindo, 2016), 351.
  2. Ratu Ile Tokan, Sumber Kecerdasan Manusia: Human Quotient Resource (Jakarta: Grasindo, 2016), 66-87.
  3. Peter Westwood, What Teacher Needs to Know about Teaching Methods (Victoria: Acer Press, 2008), 28.