Andreas Christanto

scribeKetika sebuah umat sudah dalam keadaan masif, kebutuhan akan teks kitab suci semakin bertambah. Umat memerlukan copy atau salinan. Ini adalah satu hal yang lumrah dan wajar. Namun satu hal perlu kita sadari bahwa pada zaman dahulu tidaklah seperti sekarang yang mana layanan penggandaan dokumen dan mesin fotocopy dapat dengan mudah didapatkan, sehingga penggandaan dokumen dapat dilakukan dengan cepat. Pada zaman dahulu penggandaan teks dilakukan secara manual, yaitu dengan ditulis kembali/ disalin, oleh sebab itu sangat mungkin terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses penyalinan. Brotzman menyebutkan bahwa berdasarkan penyebabnya, kesalahan penyalinan teks dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelas besar, antara lain: 1

  1. Kesalahan penyalinan yang disebabkan karena adanya bagian yang rusak pada teks yang disalin.
  2. Kesalahan penyalinan yang disebabkan karena ketidaksengajaan atau keterbatasan penyalin.
  3. Kesalahan penyalinan yang disebabkan karena kesengajaan yang dilakukan oleh penyalin.

[1] KESALAHAN PENYALINAN YANG DISEBABKAN KARENA ADANYA BAGIAN RUSAK PADA TEKS YANG DISALIN Jenis kesalahan seperti ini tidak dapat dihindari oleh karena si penyalin menyalin bagian teks yang memang sudah rusak atau cacat, yang disebabkan oleh karena adanya coretan atau sudah berlubang.2 Para kritikus teks modern pun tidak mempunyai cara apapun untuk dapat mengembalikan teks yang telah tercoret atau berlubang tersebut. habakkuk_pesher Contoh gambar teks kitab yang telah mengalami kerusakan. [2] KESALAHAN PENYALINAN YANG DISEBABKAN KARENA KARENA KETIDAKSENGAJAAN DAN KETERBATASAN PENYALIN Jenis kesalahan penyalinan pada kelas kedua ini merupakan kesalahan penyalinan yang tidak disebabkan karena adanya kesadaran untuk memutuskan perubahan pada teks, namun lebih dikarenakan keterbatasan-keterbatasan baik pada diri penyalin (contoh: kelelahan yang dialami si penyalin sehingga menimbulkan kesalahan) maupun pada proses penyalinan (contoh: kurangnya pencahayaan sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam melihat aksara yang disalin).3 Brotzman membagi jenis kesalahan penyalinan kelas 2 (dua) ini menjadi 4 (empat) kelompok, antara lain:

  1. Kesalahan penyalinan yang berhubungan dengan manuskrip yang sedang disalin.
    1. Kebingungan atas bentuk aksara  yang mirip atau serupa. Dalam aksara Ibrani terdapat beberapa aksara yang mirip atau serupa, antara lain: – Bentuk aksara ב (beth) yang mirip dengan כ (kaf) dan נ (nun). – Bentuk aksara נ (nun) yang mirip dengan פ (pe). – Bentuk aksara  ד (dalet) yang mirip dengan ר (resh). Kesalahan penyalinan jenis ini dapat kita lihat pada teks 2 Sam 23:35 dan 1 Taw 11:37. Kitab Samuel merupakan teks sumber bagi komposer kitab Tawarikh. Ketika penulis Tawarikh menggunakan teks 2 Sam 23:35 dan menyalinnya, rupanya si penyalin mengalami kesalahan dalam melihat kata nama פערי (Paarai) Ia tidak menyalinnya dengan benar, sehingga menyalinnya dengan נערי (Naarai), yang seharusnya diawali dengan huruf פ (Pe) namun ditulis dengan huruf נ (Nun). Ini disebabkan karena aksara נ (nun) yang mirip dengan פ (pe) dan/atau sebaliknya. Perhatikan teks Ibrani lengkap dari  2 Sam 23:35 dan 1 Taw 11:37  di bawah iniScreenshot_99 Kesalahan serupa terjadi pada teks Kej 10:4 dan 1 Taw 1:7, yang mana Kej 10:24 menyebut satu nama דדנים (Dodanim), dengan huruf pertama ד (Daleth), sementara itu 1 Taw 1:7 menyebutnya dengan רדנים (Rodanim), dengan huruf awal ר (Resh). Hal ini dikarenakan adanya kemiripan bentuk antara aksara ד (Daleth) dengan ר (Resh) dan/atau sebaliknya. 4Perhatikan teks Ibrani Kej 10:4 dan 1 Taw 1:7 di bawah ini: Screenshot_102
    2. Fusion; Kesalahan menggabungkan dua kata yang seharusnya terpisah oleh spasi, sehingga memunculkan makna baru yang malah salah, tidak sesuai dengan konteks kalimatnya. Sebagai contohnya teks Imamat 16:8 pada teks Masorah. Screenshot_104 Screenshot_105 Konteks Imamat 16:8 adalah bagaimana Harun harus mempersembahkan korban penghapus dosa, yaitu dengan cara membuang undi atas kedua kambing. Kambing yang kena undi harus dipersembahkan kepada Tuhan dengan cara mengolahnya, sedangkan kambing satunya lagi (yang tidak kena undi) harus dilepaskan bagi Azazel.
      Letak permasalahannya adalah pada kata “azazel” ini. Azazel adalah jenis setan/ iblis padang gurun. Namun jika memang seperti itu, akan menjadi pertanyaan, mengapa Harun harus melepaskan kambing yang tak kena undi kepada setan (jenis setan padang  gurun)?
      Permasalahan ini terjadi karena dua kata לעז אול (= untuk kambing yang dilepaskan), dalam proses penyalinannya ditulis menjadi satu kata/ menghilangkan spasi, sehingga menjadi לעזאול (= untuk Azael). Pembacaan seperti ini, yaitu bahwa yang dimaksud sebenarnya adalah לעז אול (=untuk kambing yang dilepaskan) dan bukan לעזאול (=untuk Azael) didukung oleh Septuagita dan Vulgata.5
      Dalam Perjanjian Baru juga terjadi kesalahan jenis ini, yakni pada teks Markus 10:40, pada frasa αλλ οις.
      .
    3. Kesalahan penempatan tanda vokal
    4. Penyingkatan
    5. Homoeoteleuton
    6. Homoeoarkton
  2. Kesalahan penyalianan yang disebabkan oleh si penyalin.
    1. Happlography
    2. Dittography
    3. Transposition/ Metathesis
  3. Kesalahan penyalinan yang disebabkan karena kesalahan mendengar ketika penyalinan dilakukan dengan cara pendiktean.
    1. Sub of Second
    2. Another Sub
  4. Kesalahan penyalinan yang disebabkan oleh keputusan yang dibuat si penyalin.
    1. Sub of Second
    2. Another Sub

[3] KESALAHAN PENYALINAN YANG DISEBABKAN KARENA KESENGAJAAN PENYALIN

Footnotes

  1. Ellis R. Brotzman, Old Testament Textual Criticism: A Practical Introduction (Grand Rapids, Baker Books, 1994) 107.
  2. Ernst Würthwein, The Text of the Old Testament, trans. Erroll F. Rhodes (Grand Rapids, Eerdmans, 1979), 105 dikutip dalam Ellis R. Brotzman, Old Testament Textual Criticism: A Practical Introduction (Grand Rapids, Baker Books, 1994) 107.
  3. Brotzman, 108.
  4. Paul D. Wegner, A Student’s Guide to Textual Criticism of the Bible (Illinois, InterVarsityPress, 2006), 121.
  5. Wegner, 123.