BELAJAR KITAB SUCI NAMUN JUGA MUSTI DATANG KEPADA-NYA
Renungan Ibadah Puasa Dosen STT Bethel Indonesia
Kamis, 9 Maret 2023
Kamu [kalian] menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.
ἐραυνᾶτε τὰς γραφάς, ὅτι ὑμεῖς δοκεῖτε ἐν αὐταῖς ζωὴν αἰώνιον ἔχειν: καὶ ἐκεῖναί εἰσιν αἱ μαρτυροῦσαι περὶ ἐμοῦ: καὶ οὐ θέλετε ἐλθεῖν πρός με ἵνα ζωὴν ἔχητε.
Yoh. 5:39-40
- Teguran tersebut disampaikan oleh Yesus kepada orang-orang Yahudi (5:10, 18) pada satu waktu ketika Hari Sabat. Teguran itu jugalah yang hadir kepada kita hari ini, -kita yang dalam profesi kita di bidang teologi, -yang selalu menyelidiki Kitab Suci.
— - Ada dua hal berbeda, yang disampaikan oleh Yesus, -yang harus kita perhatikan: [1] menyelidiki Kitab-Kitab Suci yang memang memberi kesaksian tentang Aku (Yesus); [2] kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu. Perhatikan kata ‘Kitab Suci’ dan ‘Aku’.
— - Ini relevan untuk kita renungkan, sivitas akademika STT Bethel Indonesia, baik kita yang sebagai dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan. Setiap hari kita menyelidiki Kitab Suci, mengajak mahasiswa untuk menyelidiki Kitab Suci dalam kegiatan pembelajaran, baik teologi, konseling maupun PAK di semua jenjang. Namun jangan-jangan hanya sebatas itu saja! Kita tidak mengajak dan membawa mahasiswa untuk datang kepada Yesus. Jangan-jangan, kita sendiri juga hanya sebatas melakukan kegiatan menyelidiki Kitab Suci, -menyelidiki teologi ini, teologi itu, -teologi si A, teologi si B, -namun kita tidak pernah membawa diri kita untuk datang kepada-Nya, kepada Sang Pribadi itu.
— - Perhatikan dengan cermat dua hal yang jelas berbeda: [1] Kitab Suci, sebagai objek/ instrumen, benda mati; dan [2] ‘Aku’ sebagai person, subjek, Pribadi, yang hidup. Kemudian, [1] Kitab Suci sebagai ‘alat kesaksian’; sedangkan [2] Aku sebagai ‘Pemberi Kehidupan’
— - Lalu bagaimana? Yang mana harus dipilih? Jelas ayat tersebut mengharuskan dua-duanya harus dipilih! Belajar Kitab Suci namun juga ‘datang kepada-Ku’, –belajar dengan sungguh-sungguh Alkitab (teologi), -namun juga harus datang kepada-Ku, -datang kepada Dia, membawa diri kita di hadapan Dia dalam doa.
— - Adakah setiap kita, apalagi yang sering mengaku diri sebagai hamba Tuhan, pendeta, gembala, dosen, guru, orang Pantekosta, kita masih memiliki ‘jam-jam doa’? Jangan-jangan tidak lagi! Dengan demikian kita menjadi orang yang sembrono bagi hidup kita sendiri. Dengan demikian kita benar-benar tidak menghargai bahwa pekerjaan di STT Bethel Indonesia adalah pekerjaan Tuhan, pekerjaan milik Tuhan, -bahkan mungkin kita menajiskan/ mencemarkan pekerjaan Tuhan ini, –karena kita semula kita tidak berdoa, tidak meminta perkenanan dan penyucian Allah dalam menjamah, menyentuh dan mengerjakan pekerjaan-Nya yang suci di STT Bethel Indonesia ini!
— - Atau mungkin kita lupa akan definisi/ apa itu ‘berdoa’?! Berdoa adalah bersekutu, memohon keterlibatan Tuhan, -orang Pantekosta punya istilah ‘memohon agar Tuhan campur tangan’. Itu berarti bahwa tidak berdoa sama halnya dengan tidak melibatkan Tuhan. Tidak berdoa untuk diri kita sendiri, tidak pernah berrdoa untuk STT Bethel Indonesia, -itu berarti kita tidak memohon keterlibatan Tuhan untuk diri kita, -untuk STT Bethel Indonesia, -sungguh ini perbuatan yang sembrono dan juga menajiskan pekerjaan Tuhan!
— - Jika kita tidak lagi punya jam-jam doa, atau jika kita tidak lagi berdoa, kita tidak pernah akan mengalami Kuasa Doa, -dengan demikian kita tidak akan pernah mengalami pengalaman iman the founding father kita Oom Ho, yang ditulisnya dalam buku yang berjudul “Kuasa Doa”.
— - Saat ini kita sebagai dosen, tentu kita semua ingat era 20 tahun lalu, -ketika saya masih menjadi mahasiswa S1 (ITKI). Setiap pkl. 21:00 WIB selesai kelas malam, mahasiswa berdoa, -setiap anak tangga menuju perpustakaan (lantai 3 Astri kala itu) dari tangga dapur, penuh dengan mahasiswa berdoa, berdoa secara pribadi berjam-jam, bersekutu dengan Tuhan, bergumul dengan pergumulannya masing-masing. Ada pula yang di ruang doa (dua ruang doa kala itu), di ruang 209 (sebelah Lab Komputer, di mana saya bekerja sebagai penjaga Lab dan selalu tidur di situ), –ada juga yang di ruang makan, ada yang di lorong-lorong Asrama Putra (Astra)… setiap mahasiswa berdoa secara pribadi, setiap malam, berjam-jam. Tentu bapak/ Ibu dosen saya yang senior juga tahu hal hal itu.
— - Hendaknya itu semua bukan hanya sebagai nostalgia belaka bagi kita saat ini, namun menjadi identitas kita. Hendaklah kita selalu ingat bahwa natur Seminari Bethel Jakarta (yang mana STT Bethel Indonesia di dalamnya) adalah ‘seminarian‘, -bukan sekedar school of theology atau faculty of theology yang hanya berorientasi pada kognitif-akademis saja. Apalagi kita semua yang disatukan di Petamburan 253 dengan marwah ‘Servire Cum Virtute Spiritus Sancti’ — melayani dengan Kuasa Roh Kudus, –bagaimana mungkin mendapat kuasa Roh Kudus, jika berdoa saja tidak!
— - Sebagai penutup, kita ingat kembali Amos 5:4 דִּרְשׁוּנִי, וִחְיוּ — dirsuni wikhyu, carilah Aku, maka hiduplah engkau!
“Segala kepintaran dan pengalaman tak akan menjadikan engkau seorang hamba Allah yang keberkatan. Tuhan hanya dapat memakai engkau menjadi saluran-Nya, apabila engkau mempunyai kehidupan doa! Bukan berdoa seperti suatu upacara agama, bukan mengucapkan kalimat-kalimat doa saja, tetapi memiliki kehidupan doa.”
H.L. Senduk, Kuasa Doa, hlm. 72
“Mengadakan waktu untuk berdoa sendirian, itulah dasar yang ketiga dari doa pribadi yang kuat”
H.L. Senduk, Kuasa Doa, hlm. 24
“Bukalah Alkitabmu sekarang dan periksalah ayat-yat Firman Tuhan yang dengan tegas mengajarkan bahwa: [1] Doa itulah yang diutamakan oleh Tuhan Yesus; [2] Doa itulah yang diutamakan oleh Rasul-rasul Tuhan; [3] Doa itulah suatu senjata Allah yang diberikan kepada kita; [4] Doa itulah jalan pembebasan dari segala kekuatiran dan ketakutan; [5] Doa itulah jalan untuk mendatangkan kegirangan hidup; [6] Doa itulah jalan untuk mendapatkan Baptisan Rohulkudus; [7] Doa itulah jalan untuk menerima Karunia-karunia Rohulkudus; [8] Doa itulah jalan untuk mendapatkan segala keperluan kita; [9] Doa itulah jalan untuk menyucikan hati kita; [10] Doa itulah suatu pekerjaan yang kekal.
H.L. Senduk, Kuasa Doa, hlm. 73-93